Wednesday, 28 May 2014

Sang Juara


Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab, ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab, memang begitulah peraturannya.

Ada seorang anak bernama Mark. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Mark lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya.
Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Mark bangga dengan itu semua, sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.
Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4 jalur terpisah diantaranya.
Namun, sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdo’a. Matanya terpejam, dengan tangan yang bertangkup memanjatkan do’a. Lalu, semenit kemudian, ia berkata, “Ya, aku siap !”.
Dor. Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing. “Ayo..ayo…cepat..cepat, maju..maju”, begitu teriak mereka. Ahha…sang pemenang harus ditentukan, tali finish pun telah terlambai. Dan, Mark lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Mark. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati. “Terima kasih”.
Saat pembagian piala tiba. Mark maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya. “Hai jagoan, kamu pasti berdo’a kepada Tuhan agar kamu menang, bukan ?”. Mark terdiam. “Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan”, kata Mark.
Ia lalu melanjutkan, “Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongmu mengalahkan orang lain. “Aku, hanya bermohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis, jika aku kalah.” Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan.

Renungan:
Anak-anak tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua. Mark, tidaklah bermohon pada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Mark, tak memohon Tuhan untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Anak itu juga tak meminta Tuhan mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdo’a untuk menang, dan menyakiti yang lainnya. Namun, Mark, bermohon pada Tuhan, agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. Ia berdo’a, agar diberikan kemuliaan, dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.
Mungkin, telah banyak waktu yang kita lakukan untuk berdo’a pada Tuhan untuk mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering kita meminta Tuhan untuk menjadikan kita nomer satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian. Terlalu sering kita berdo’a pada Tuhan, untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Padahal, bukankah yang kita butuh adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya, dan panduan-Nya ?
Kita, sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa, dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui ? Saya yakin, Tuhan memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah. Sesungguhnya, Tuhan sedang menguji setiap hamba-Nya yang shaleh. (adapted from inrfan-seeds)

Sumber:

E-Book Movitasi Net oleh Ir. Andi Muzaki, SH,MT.

No comments:

Post a Comment